percuma juga membantah toh dia memang merasakan pijatan haji itu memberikan efek baik pada tubuhnya.
"Pas dipijat itu bagaimana rasanya?"
"Biasa aja, Mbak. Mungkin karena aku sakitnya di payudara jadi memijat area lain Pak Haji itu cepat saja."
Aku mengangguk saja, terus berpikir apa penyebab sehingga Lina berbeda.
"Emang kenapa? Mbak mau ikut juga?" Lina tersenyum aku menggeleng cepat.
"Eh, dia bisa juga kok Mbak pijat biar cepat punya anak. Nggak ada salahnya dicoba."
Aku tertawa kecil mendengar perkataan Lina, memang benar setahun menikah kami belum dikaruniai anak tapi aku dan Mas Rama tidak terlalu memusingkan itu. Hasil dari pemeriksaa dokter kami berdua sehat, hanya perlu bersabar sampai datang waktu yang tepat. Aku tak pernah berpikir untuk pergi ke tukang pijat apa lagi tukang pijat aneh begitu.
"Untuk saat ini kami ikhtiarnya pada yang maha kuasa aja, belum ada terpikir untuk pergi ke tukang pijat, apa lagi ke sana, jangan deh."
Lina tidak terlalu menanggapi dia fokus pada cerita bahwa tubuhnya jauh lebih bugar dan sehat, berbagai pujian ke luarlah untuk Pak Haji itu. Sampai aku memutuskan untuk pulang karena sudah siang sebentar lagi waktu zuhur akan segera masuk.
"Tiga hari lagi kami akan pergi lagi, kalau-kalau Mbak Ira berubah pikiran,"seru Lina ketika aku sudah melaju pelan dengan motor, aku membunyikan klakson sebagai tanggapan.
Pikiranku diliputi tanda tanya, kenapa Lina tak merasakan hal yang dirasakan orang lain. Apa karena tubuhnya terlalu kurus sehingga haji itu tak berselera atau apakah reaksi pijat itu berbeda-beda pada setiap orang?